Dalam beberapa dekade belakangan ini, hubungan antara perilaku manusia dan lingkungan fisik telah menarik perhatian para peneliti ilmu sosial ataupun para profesional di bidang perancangan arsitektur, perencanaan kota, regional,dan lanskap.
Kata perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan semua aktivitas manusia secara flsik; berupa interaksi manusta dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya. Di sisi lain, desam arsitektur akan meng hasilkan suatu bentuk fisik yang bisa dilihat dan bisa dipegang. Karena itu, hasil desain arsitektur dapat menjadi salah satu fasilitator terjadinya perilaku, namun juga bisa menjadi peng halang terjadinya perilaku.
Kebiasaan mental dan sikap perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya.' Drucker (1969) mengindikasikan bahwa "sebagian besar yang kita lihat adalah sesuatu yang ingin kita lihat." Sementara Von Foerster (1973) menulis bahwa "apa yang kita bentuk dalam pikiran, itulah realitas yang kita per hitungkan." Namun, realitas itu tidak selalu seperti yang di mgmkan. Apa yang dibayangkan dalam imajinasi arsitek pada proses perancangan mungkin akan menghasilkan akibat yang berbeda pada saat atau setelah proses penghunian.
Penandaan lingkungan yang dilakukan arsitek melalui karyanya dapat diinterpretasikan secara berbeda oleh para penggunanya. Misalnya, bangunan yang dirancang dengan dinding kaca, pintu kaca, tanpa tanda-tanda apa pun,-yang diharapkan arsitek dapat membentuk kesan ruang dalarn yang luas, atau membentuk kesan bersatu dengan ruang luar tanpa batas-, telah mengakibaikan puluhan ribu orang terluka karena membentumya. Akibat ini tentu bukan merupakan akibat yang diharapkan oleh arsitek perancangnya.
Rancangan yang dianggap balk oleh perancang, mungkinsaja diterima penggunanya sebagai lingkungan yang dingtn, membosankan, bahkan tidak ramah. Oleh karena itu, dibutuh kan perpaduan antara imajinasi dan pertimbangan aka! sehat dart arsitek. Setiap kali merancang, arsitek membuat asumsi asumsi tentang kebutuhan manusia, membuat perkiraan aktivitas dan atau perkiraan bagaimana manusia berpenlaku, bagaimana manusia bergerak dalam lingkungannya Kemudian, arsitek memutuskan bagaimana lingkungan terse but akan dapat melayani manusia pemakai sebaik mungkin. Yang harus dtper timbangkan tidak hanya melayani kebutuhan pemakai secara fungsional, rasional, ekonomis, dan dapat dipertanggungjawab kan, tetapi lingkungan juga harus dapat mengakomodasi ke butuhan pengguna akan ekspresi emosionalnya termasuk ber sosialisasi dengan sesama, Dengan premis dasar bahwa perancangan arsitektur di tujukan untuk manusia maka untuk mendapaikan perancangan yang baik arsitek perlu mengerti apa yang menjadi kebutuhan manusia. Atau dengan perkataan lain, mengerti perihal perilaku manusia dalam arti luas.Beragam contoh yang ada di sekitar kita memperlihatkan bagaimana akibat dart desain yang kurang memperhatikan perilaku para penggunanya Misalnya, meningkatnya biaya pemeliharaan, rusaknya fasilitas, atau bahkan mubazirnya fasilitas karena tidak digunakan seperti yang diprediksikan oleh arsitek dalam perancangannya. Hal ini terjadi antara lain karena persepsi pengguna kurang diperhatikan dalam proses pe rancangan. Untuk itu, kita perlu memahami kebutuhan dasar manusia dan bagaimana hubungan antara desam arsitektur dan perilaku manusia.
Kata perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan semua aktivitas manusia secara flsik; berupa interaksi manusta dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya. Di sisi lain, desam arsitektur akan meng hasilkan suatu bentuk fisik yang bisa dilihat dan bisa dipegang. Karena itu, hasil desain arsitektur dapat menjadi salah satu fasilitator terjadinya perilaku, namun juga bisa menjadi peng halang terjadinya perilaku.
Kebiasaan mental dan sikap perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya.' Drucker (1969) mengindikasikan bahwa "sebagian besar yang kita lihat adalah sesuatu yang ingin kita lihat." Sementara Von Foerster (1973) menulis bahwa "apa yang kita bentuk dalam pikiran, itulah realitas yang kita per hitungkan." Namun, realitas itu tidak selalu seperti yang di mgmkan. Apa yang dibayangkan dalam imajinasi arsitek pada proses perancangan mungkin akan menghasilkan akibat yang berbeda pada saat atau setelah proses penghunian.
Penandaan lingkungan yang dilakukan arsitek melalui karyanya dapat diinterpretasikan secara berbeda oleh para penggunanya. Misalnya, bangunan yang dirancang dengan dinding kaca, pintu kaca, tanpa tanda-tanda apa pun,-yang diharapkan arsitek dapat membentuk kesan ruang dalarn yang luas, atau membentuk kesan bersatu dengan ruang luar tanpa batas-, telah mengakibaikan puluhan ribu orang terluka karena membentumya. Akibat ini tentu bukan merupakan akibat yang diharapkan oleh arsitek perancangnya.
Rancangan yang dianggap balk oleh perancang, mungkinsaja diterima penggunanya sebagai lingkungan yang dingtn, membosankan, bahkan tidak ramah. Oleh karena itu, dibutuh kan perpaduan antara imajinasi dan pertimbangan aka! sehat dart arsitek. Setiap kali merancang, arsitek membuat asumsi asumsi tentang kebutuhan manusia, membuat perkiraan aktivitas dan atau perkiraan bagaimana manusia berpenlaku, bagaimana manusia bergerak dalam lingkungannya Kemudian, arsitek memutuskan bagaimana lingkungan terse but akan dapat melayani manusia pemakai sebaik mungkin. Yang harus dtper timbangkan tidak hanya melayani kebutuhan pemakai secara fungsional, rasional, ekonomis, dan dapat dipertanggungjawab kan, tetapi lingkungan juga harus dapat mengakomodasi ke butuhan pengguna akan ekspresi emosionalnya termasuk ber sosialisasi dengan sesama, Dengan premis dasar bahwa perancangan arsitektur di tujukan untuk manusia maka untuk mendapaikan perancangan yang baik arsitek perlu mengerti apa yang menjadi kebutuhan manusia. Atau dengan perkataan lain, mengerti perihal perilaku manusia dalam arti luas.Beragam contoh yang ada di sekitar kita memperlihatkan bagaimana akibat dart desain yang kurang memperhatikan perilaku para penggunanya Misalnya, meningkatnya biaya pemeliharaan, rusaknya fasilitas, atau bahkan mubazirnya fasilitas karena tidak digunakan seperti yang diprediksikan oleh arsitek dalam perancangannya. Hal ini terjadi antara lain karena persepsi pengguna kurang diperhatikan dalam proses pe rancangan. Untuk itu, kita perlu memahami kebutuhan dasar manusia dan bagaimana hubungan antara desam arsitektur dan perilaku manusia.