Pada usianya 74 tahun, mantan Presiden RI, BJ Habibie secara mendadak mengunjungi fasilitas Garuda Indonesia didampingi oleh putra sulung, Ilham Habibie dan keponakannya, Adri Subono, juragan Java Musikindo.
Kunjungan beliau dan rombongan disambut oleh President & CEO,
Bapak Emirsyah Satar disertai seluruh Direksi dan para VP serta Area
Manager yang sedang berada di Jakarta.
Dalam kunjungan ini,
diputar video mengenai Garuda Indonesia Experience dan presentasi
perjalanan kinerja Garuda Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2015
menuju Quantum Leap.
Sebagai “balasan” pak Habibie memutarkan
video tentang penerbangan perdana N250 di landasan bandara Husein
Sastranegara, IPTN Bandung tahun 1995 (tujuh belas tahun yang lalu!).
Entah, apa pasalnya dengan memutar video ini?
Video N250 bernama Gatotkaca terlihat roll-out kemudian tinggal landas
secara mulus di-escort oleh satu pesawat latih dan sebuah pesawat N235.
Pesawat N250 jenis Turboprop dan teknologi glass cockpit dengan
kapasitas 50 penumpang terus mengudara di angkasa Bandung.
Dalam
video tsb, tampak hadirin yang menyaksikan di pelataran parkir, antara
lain Presiden RI Bapak Soeharto dan ibu, Wapres RI bapak Soedarmono,
para Menteri dan para pejabat teras Indonesia serta para teknisi IPTN.
Semua bertepuk tangan dan mengumbar senyum kebanggaan atas keberhasilan
kinerja N250. Bapak Presiden kemudian berbincang melalui radio
komunikasi dengan pilot N250 yang di udara, terlihat pak Habibie mencoba
mendekatkan telinganya di headset yang dipergunakan oleh Presiden
Soeharto karena ingin ikut mendengar dengan pilot N250.
N250 sang Gatotkaca kembali pangkalan setelah melakukan pendaratan mulus di landasan………………
Di hadapan kami, BJ Habibie yang berusia 74 tahun menyampaikan cerita yang lebih kurang sbb:
“Dik, anda tahu…………..saya ini lulus SMA tahun 1954!” beliau membuka
pembicaraan dengan gayanya yang khas penuh semangat dan memanggil semua
hadirin dengan kata “Dik” kemudian secara lancar beliau
melanjutkan……………..
“Presiden Soekarno, Bapak Proklamator RI,
orator paling unggul, …….itu sebenarnya memiliki visi yang luar biasa
cemerlang! Ia adalah Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai
Insinyur………Indonesia dengan geografis ribuan pulau, memerlukan
penguasaan Teknologi yang berwawasan nasional yakni Teknologi Maritim
dan Teknologi Dirgantara.
Kala itu, tak ada ITB dan tak ada UI.
Para pelajar SMA unggulan berbondong-bondong disekolahkan oleh Presiden
Soekarno ke luar negeri untuk menimba ilmu teknologi Maritim dan
teknologi dirgantara.
Saya adalah rombongan kedua diantara
ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai negara.
Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat tapi
sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya hanya
tertarik dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi Indonesia.
Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden RI kedua hanya melanjutkan saja
program itu, beliau juga bukan pencetus ide penerapan ‘teknologi’
berwawasan nasional di Indonesia. Lantas kita bangun
perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah
IPTN”.
“Sekarang Dik,…………anda semua lihat sendiri…………..N250 itu
bukan pesawat asal-asalan dibikin! Pesawat itu sudah terbang tanpa
mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’)
berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk
30 tahun kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal,
satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi
‘Fly by Wire’ bahkan sampai hari ini.
Rakyat dan negara kita ini
membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa persisnya
900 atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA.
IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk
pasar negara-negara itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar
bersikap sinis dan mengejek diri sendiri ‘apa mungkin orang Indonesia
bikin pesawat terbang?”
Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis lainnya.
“Dik tahu…………….di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri
strategisnya, satu Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan
Indonesia………….”
“Sekarang, semua tenaga ahli teknologi Indonesia
terpaksa diusir dari negeri sendiri dan mereka bertebaran di berbagai
negara, khususnya pabrik pesawat di Bazil, Canada, Amerika dan
Eropa…………….”
“Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua…………………?”
“Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan
menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier,
Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara
manapun”.
“Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN
yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya
lagi kita yang beli pesawat negara mereka!”
Pak Habibie menghela nafas…………………..
***
Ini pandangan saya mengenai cerita pak Habibie di atas;
Sekitar tahun 1995, saya ditugaskan oleh Manager Operasi (JKTOF) kala
itu, Capt. Susatyawanto untuk masuk sebagai salah satu anggota tim
Airline Working Group di IPTN dalam kaitan produksi pesawat jet sekelas
B737 yang dikenal sebagai N2130 (kapasitas 130 penumpang).
Saya
bersyukur, akhirnya ditunjuk sebagai Co-Chairman Preliminary Flight Deck
Design N2130 yang langsung bekerja dibawah kepala proyek N2130 adalah
Ilham Habibie. Kala itu N250 sedang uji coba terus-menerus oleh
penerbang test pilot (almarhum) Erwin.
Saya turut mendesain
rancang-bangun kokpit N2130 yang serba canggih berdasarkan pengetahuan
teknis saat menerbangkan McDonnel Douglas MD11. Kokpit N2130 akan
menjadi mirip MD11 dan merupakan kokpit pesawat pertama di dunia yang
mempergunakan LCD pada panel instrumen (bukan CRT sebagaimana kita lihat
sekarang yang ada di pesawat B737NG).
Sebagian besar fungsi tampilan layar di kokpit juga mempergunakan “track ball atau touch pad” sebagaimana kita lihat di laptop.
N2130 juga merupakan pesawat jet single aisle dengan head room yang
sangat besar yang memungkinkan penumpang memasuki tempat duduk tanpa
perlu membungkukkan badan. Selain high speed sub-sonic, N2130 juga
sangat efisien bahan bakar karena mempergunakan winglet, jauh sebelum
winglet dipergunakan di beberapa pesawat generasi masa kini.
Saya juga pernah menguji coba simulator N250 yang masih prototipe pertama……………..
N2130 narrow body jet engine dan N250 twin turboprop, keduanya sangat handal dan canggih kala itu………bahkan hingga kini.
Lamunan saya ini, berkecamuk di dalam kepala manakala pak Habibie
bercerita soal N250, saya memiliki kekecewaan yang yang sama dengan
beliau, seandainya N2130 benar-benar lahir………….kita tak perlu
susah-susah membeli B737 atau Airbus 320.
***
Pak Habibie melanjutkan pembicaraannya………………..
“Hal yang sama terjadi pada prototipe pesawat jet twin engines narrow
body, itu saya tunjuk Ilham sebagai Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena
anak Habibie, tapi Ilham ini memang sekolah khusus mengenai
manufakturing pesawat terbang, kalau saya sebenarnya hanya ahli dalam
bidang metalurgi pesawat terbang. Kalau saja N2130 diteruskan, kita
semua tak perlu tergantung dari Boeing dan Airbus untuk membangun
jembatan udara di Indonesia”.
“Dik, dalam industri apapun kuncinya itu hanya satu QCD,
Q itu Quality, Dik, anda harus buat segala sesuatunya berkualitas
tinggi dan konsisten? C itu Cost, Dik, tekan harga serendah mungkin agar
mampu bersaing dengan produsen sejenis? D itu Delivery, biasakan semua
produksi dan outcome berkualitas tinggi dengan biaya paling efisien dan
disampaikan tepat waktu!Itu saja!”
Pak Habibie melanjutkan penjelasan tentang QCD sbb:
“Kalau saya upamakan, Q itu nilainya 1, C nilainya juga 1 lantas D
nilainya 1 pula, jika dijumlah maka menjadi 3. Tapi cara kerja QCD tidak
begitu Dik………….organisasi itu bekerja saling sinergi sehingga yang
namanya QCD itu bisa menjadi 300 atau 3000 atau bahkan 30.000 sangat
tergantung bagaimana anda semua mengerjakannya, bekerjanya harus pakai
hati Dik………………”
Tiba-tiba, pak Habibie seperti merenung sejenak mengingat-ingat sesuatu ………………………
“Dik, ……….saya ini memulai segala sesuatunya dari bawah, sampai saya
ditunjuk menjadi Wakil Dirut perusahaan terkemuka di Jerman dan akhirnya
menjadi Presiden RI, itu semua bukan kejadian tiba-tiba. Selama 48
tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, ………..ibu Ainun istri
saya. Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa
sabar.
Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan
istri, you pergi dinas dan istri di rumah, tapi tidak dengan saya. Gini
ya…………saya mau kasih informasi……….. Saya ini baru tahu bahwa ibu Ainun
mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah ada tanda-tanda dan
tak pernah ada keluhan keluar dari ibu……………………”
Pak Habibie
menghela nafas panjang dan tampak sekali ia sangat emosional serta
mengalami luka hati yang mendalam…………… seisi ruangan hening dan turut
serta larut dalam emosi kepedihan pak Habibie, apalagi aku tanpa terasa
air mata mulai menggenang.
Dengan suara bergetar dan setengah terisak pak Habibie melanjutkan……………………
“Dik, kalian tau……………..2 minggu setelah ditinggalkan ibu…………suatu hari,
saya pakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir di ruang
keluarga sendirian sambil memanggil-manggil nama ibu……… Ainun……… Ainun
…………….. Ainun …………..saya mencari ibu di semua sudut rumah.
Para
dokter yang melihat perkembangan saya sepeninggal ibu berpendapat
‘Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini…………..’ mereka
bilang ‘Kita (para dokter) harus tolong Habibie’.
Para Dokter dari Jerman dan Indonesia berkumpul lalu saya diberinya 3 pilihan;
1. Pertama, saya harus dirawat, diberi obat khusus sampai saya dapat
mandiri meneruskan hidup. Artinya saya ini gila dan harus dirawat di
Rumah Sakit Jiwa!
2. Opsi kedua, para dokter akan mengunjungi
saya di rumah, saya harus berkonsultasi terus-menerus dengan mereka dan
saya harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja, artinya saya sudah gila
dan harus diawasi terus……………
3. Opsi ketiga, saya disuruh mereka
untuk menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah saya bercerita
dengan Ainun seolah ibu masih hidup.
Saya pilih opsi yang ketiga……………………….”
Tiba-tiba, pak Habibie seperti teringat sesuatu (kita yang biasa
mendengarkan beliau juga pasti maklum bahwa gaya bicara pak Habibie
seperti meloncat kesana-kemari dan kadang terputus karena proses
berpikir beliau sepertinya lebih cepat dibandingkan kecepatan berbicara
dalam menyampaikan sesuatu) …………………. ia melanjutkan pembicaraannya;
“Dik, hari ini persis 600 hari saya ditinggal Ainun…………..dan hari ini
persis 597 hari Garuda Indonesia menjemput dan memulangkan ibu Ainun
dari Jerman ke tanah air Indonesia…….
Saya tidak mau menyampaikan
ucapan terima kasih melalui surat…………. saya menunggu hari baik,
berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari momen yang tepat guna
menyampaikan isi hati saya. Hari ini didampingi anak saya Ilham dan
keponakan saya, Adri maka saya, Habibie atas nama seluruh keluarga besar
Habibie mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kalian, Garuda
Indonesia telah mengirimkan sebuah Boeing B747-400 untuk menjemput kami
di Jerman dan memulangkan ibu Ainun ke tanah air bahkan memakamkannya di
Taman Makam Pahlawan. Sungguh suatu kehormatan besar bagi kami
sekeluarga. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan
Garuda Indonesia”
Seluruh hadirin terhenyak dan saya tak kuasa lagi membendung air mata…………………………
Setelah jeda beberapa waktu, pak Habibie melanjutkan pembicaraannya;
“Dik, sebegitu banyak ungkapan isi hati kepada Ainun, lalu beberapa
kerabat menyarankan agar semua tulisan saya dibukukan saja, dan saya
menyetujui…………………
Buku itu sebenarnya bercerita tentang jalinan
kasih antara dua anak manusia. Tak ada unsur kesukuan, agama, atau ras
tertentu. Isi buku ini sangat universal, dengan muatan budaya nasional
Indonesia. Sekarang buku ini atas permintaan banyak orang telah
diterjemahkan ke beberapa bahasa, antara lain Inggris, Arab, Jepang…..
(saya lupa persisnya, namun pak Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).
Sayangnya buku ini hanya dijual di satu toko buku (pak Habibie menyebut
nama satu toko buku besar), sudah dicetak 75.000 eksemplar dan langsung
habis. Banyak orang yang ingin membaca buku ini tapi tak tahu dimana
belinya. Beberapa orang di daerah di luar kota besar di Indonesia juga
mengeluhkan dimana bisa beli buku ini di kota mereka.
Dik, asal
you tahu…………semua uang hasil penjualan buku ini tak satu rupiahpun untuk
memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil penjualan
buku ini dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh saya dan ibu
Ainun untuk menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para penyandang
tuna netra. Kasihan mereka ini sesungguhnya bisa bekerja dengan nyaman
jika bisa melihat.
Saya berikan diskon 30% bagi pembeli buku yang
jumlah besar bahkan saya tambahkan lagi diskon 10% bagi mereka karena
saya tahu, mereka membeli banyak buku pasti untuk dijual kembali ke yang
lain.
Sekali lagi, buku ini kisah kasih universal anak manusia
dari sejak tidak punya apa-apa sampai menjadi Presiden Republik
Indonesia dan Ibu Negara. Isinya sangat inspiratif……………….”
***
Saya menuliskan kembali pertemuan pak BJ Habibie dengan jajaran Garuda Indonesia karena banyak kisah inspiratif dari obrolan tersebut yang barangkali berguna bagi siapapun yang tidak sempat menghadiri pertemuan tsb. Sekaligus mohon maaf jika ada kekurangan penulisan disana-sini karena tulisan ini disusun berdasarkan ingatan tanpa catatan maupun rekaman apapun.
Saya menuliskan kembali pertemuan pak BJ Habibie dengan jajaran Garuda Indonesia karena banyak kisah inspiratif dari obrolan tersebut yang barangkali berguna bagi siapapun yang tidak sempat menghadiri pertemuan tsb. Sekaligus mohon maaf jika ada kekurangan penulisan disana-sini karena tulisan ini disusun berdasarkan ingatan tanpa catatan maupun rekaman apapun.
Jakarta, 12 Januari 2012
Salam,
Capt. Novianto Herupratomo
Capt. Novianto Herupratomo
***
Cerita itu saya kutip dari notes facebook disini, sebuah renungan yang seharusnya menjadi perhatian bagi kita. Betapa menyedihkan sebuah bangsa yang tak pernah menghargai orang berilmu! Tak pernah memberi kesempatan kepada anak bangsa untuk menjadikan bangsanya mandiri! Entah ada apa dengan negara ini…! Entah dimana mata dan telinga para penguasa diletakkan!
Cerita itu saya kutip dari notes facebook disini, sebuah renungan yang seharusnya menjadi perhatian bagi kita. Betapa menyedihkan sebuah bangsa yang tak pernah menghargai orang berilmu! Tak pernah memberi kesempatan kepada anak bangsa untuk menjadikan bangsanya mandiri! Entah ada apa dengan negara ini…! Entah dimana mata dan telinga para penguasa diletakkan!
Saya seorang peneliti, yang tahu betul bagaimana kami
dilatih untuk bertindak. Bahwa kami harus melakukan segala macam upaya
agar output yang dihasilkan adalah output yang QCD!
Tak sekali
dua kali proposal yang sudah kami susun berhari-hari bahkan
berminggu-minggu mengalami pernyempurnaan di segala sisi? Tak sekali dua
kali para evaluator selalu menjadi pendamping kami dalam melaksanakan
serangkaian percobaan.
Tak sedikit pikiran dan tenaga kami habis
untuk bagaimana selalu menyempurnakan metode hingga output tercapai.
Kami juga kadang tak berontak saat kerja bertahun-tahun tapi gaji yang
kami dapat hanya setara dengan goyangan ngebor Inul satu jam! dan yang
lebih menyedihkan, karya kami hanya mendapat cibiran, jika tidak
akhirnya dipinggirkan!
Entah apa yang ada di benak para penguasa
negeri ini! sepertinya posisi orang berilmu memang sudah tak lagi
mendapat tempat, jadi siapa yang salah jika akhirnya mereka mencari
tempat lain?
Dan saya perempuan, dan seorang muslimah. Maka
apapun profesi saya, saya tetaplah muslimah dan perempuan. Seseorang
yang mendapat kehormatan dan kemuliaan menjadi seorang Ummu warobatul
bait, Istri sekaligus Ibu dan pengatur rumah tangga.
Maka jika
aktivitas dan profesi yang kutekuni menjadikanku abai terhadap peranku,
aku akan meninggalkannya dan memilih tempat yang lebih memuliakanku,
yaitu menjadi Ibu dan pengatur rumah tangga. Bukan seorang Ibu semu,
yang hanya berperan melahirkan dan memberi makan, tanpa pernah menjadi
teladan, pengajar, pendengar dan teman untuk anak-anaknya…
Dan
entah apa yang ada di benak para penguasa negeri ini, jika RUU
Kesetaraan Gender lalu diketok palu menjadi UU!… bersiaplah menjadi
orang-orang yang menggoreskan catatan sedih, dengan kebijakan negeri
ini…
***
.... Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan ....
.... Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan ....
Sumber | COSMO 101.9 FM Bandung