Sejak Ratusan tahun yang lalu KeDatuan (Kerajaan) Luwu mengenal pilosofi kepemimpinan yang bersifat Demokratis. Seperti Pilosofinya yang tertulis di lambang keDatuan yang letak tulisannya tertulis di Pajung MaEjaE (Payung merah) lambang keDatuan Luwu, yaitu "Massolompawo Mangngelle waE pasang" yang memiliki makna bahwa kepemimpinan itu ibarat air yang tercurah ke bawah secara terus menerus, namun kemudian air tersebut naik kembali menggenangi dan membasahi tempatnya bermula, yang diibaratkan sebagai naiknya air pasang. Pilosofi ini bisa pula dimaknai bahwa kebijakan seorang pemimpin itu bersifat Top down, tapi konsekuensi dari kebijakannya tersebut akan kembali dirasakan oleh pemimpin itu. Apabila seorang pemimpin dengan kebijakannya berhasil mensejahterakan rakyatnya maka imbasnya adalah rakyat akan memberi penghargaan dan apresiasi. Tapi sebaliknya, apabila seorang pemimpin berbuat zalim dan berlaku tidak adil pada rakyatnya maka imbasnya adalah keburukan itu lambat laun akan menyentuh sang pemimpin tersebut.
Pilosofi itu bisa juga dimaknai bahwa kebijakan seorang pemimpin mesti memperhatikan dan mempertimbangkan aspirasi orang banyak. Karena apa yang dirasakan oleh orang banyak efeknya akan dirasakan pula oleh pemimpinnya. Karena itulah maka prinsip kepimimpinan di Tana Luwu bersifat memberi bukan mengambil apalagi mengeruk. Seorang pemimpin di Tana Luwu mesti harus memiliki sifat memberi dengan penuh keikhlasan. Memberikan gagasan dan karya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.
Ada semacam nilai yang berlaku bahwa apabila seorang pemimpin di tanah Luwu sebelum memimpin hartanya berupa uang Rp. 10.000,-, maka segitu pulalah hartanya disaat beliau berakhir masa jabatannya. Hal ini menjadi salah satu parameter keberhasilan seorang pemimpin di Tana Luwu. Ada semacam keyakinan mitologis bahwa apabila seorang pemimpin Tana Luwu selama kepemimpinannya hanya mengeruk harta kekayaan apalagi bertindak zalim kepada rakyatnya, maka kelak pasca kepemimpinannya kekayaannya itulah yang akan membuatnya terhina. Dan apa yang dikeruknya akan kembali ditelan dalam kosmik tana Luwu.
Pilosofi di atas juga bisa bermakna secara hukum bahwa hukum tidak pandang bulu. Bahwa seorang pemimpin silahkan berlaku sewenang2, Tapi hukum tertinggi adalah kesepakatan orang banyak. Sebagaimana prinsip hukumnya: " Lukka Taro Datu Tellukka Taro Ade', Lukka Taro Ade' Tellukka Taro Anang, Lukka Taro Anang Tellukka Taro MaegaE, Lukka Taro MaegaE To MaegaE to pa Lukkai" ( Batal keputusan Datu/Raja Tak membatalkan Keputusan Adat , Batal keputusan adat tak membatalkan keputusan kaum, Batal keputusan kaum tak membatalkan keputusan orang banyak, batal keputusan orang banyak hanya bila orang banyak itu yang membatalkan.
Wallahu Alam bishshowab
Sumber : Syamsul Hilal