Pilosofi itu bisa juga dimaknai bahwa kebijakan seorang pemimpin mesti memperhatikan dan mempertimbangkan aspirasi orang banyak. Karena apa yang dirasakan oleh orang banyak efeknya akan dirasakan pula oleh pemimpinnya. Karena itulah maka prinsip kepimimpinan di Tana Luwu bersifat memberi bukan mengambil apalagi mengeruk. Seorang pemimpin di Tana Luwu mesti harus memiliki sifat memberi dengan penuh keikhlasan. Memberikan gagasan dan karya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.
Ada semacam nilai yang berlaku bahwa apabila seorang pemimpin di tanah Luwu sebelum memimpin hartanya berupa uang Rp. 10.000,-, maka segitu pulalah hartanya disaat beliau berakhir masa jabatannya. Hal ini menjadi salah satu parameter keberhasilan seorang pemimpin di Tana Luwu. Ada semacam keyakinan mitologis bahwa apabila seorang pemimpin Tana Luwu selama kepemimpinannya hanya mengeruk harta kekayaan apalagi bertindak zalim kepada rakyatnya, maka kelak pasca kepemimpinannya kekayaannya itulah yang akan membuatnya terhina. Dan apa yang dikeruknya akan kembali ditelan dalam kosmik tana Luwu.
Pilosofi di atas juga bisa bermakna secara hukum bahwa hukum tidak pandang bulu. Bahwa seorang pemimpin silahkan berlaku sewenang2, Tapi hukum tertinggi adalah kesepakatan orang banyak. Sebagaimana prinsip hukumnya: " Lukka Taro Datu Tellukka Taro Ade', Lukka Taro Ade' Tellukka Taro Anang, Lukka Taro Anang Tellukka Taro MaegaE, Lukka Taro MaegaE To MaegaE to pa Lukkai" ( Batal keputusan Datu/Raja Tak membatalkan Keputusan Adat , Batal keputusan adat tak membatalkan keputusan kaum, Batal keputusan kaum tak membatalkan keputusan orang banyak, batal keputusan orang banyak hanya bila orang banyak itu yang membatalkan.
Wallahu Alam bishshowab
Sumber : Syamsul Hilal